Kamis, 02 September 2010

Ironi Negeri Tempe

Negeri tempe? Masih ingat dulu di era Orde Baru, pemerintah saat itu membudayakan tempe kepada rakyat agar terbiasa mengkonsumsi makanan berbahan dasar kedelai seperti tahu dan tempe. Bahkan presiden saat itu tidak segan-segan mengatakan bahwa sejak masa kecil hingga menjadi presiden selalu mengkonsumsi tempe dalam menu makannya. Bila bicara tempe, memang secara klinis kandungan gizi terutama protein dalam kedelai dan bahan lainnya pada tempe memang diakui sangat tinggi.

Tau ga sih? pada saat itu hak berbicara dan berpolitik rakyat banyak diperlakukan seperti tempe yang selalu diinjak-injak. Tapi meskipun begitu, saat itu dengan pengaruh presiden Soeharto yang begitu luas dan kuat membuat Indonesia menjadi negeri yang disegani di forum international terutama oleh negara tetangganya termasuk Australia.

Tapi saat ini, di era reformasi dan keterbukaan keadaan menjadi terbalik, saat semangat reformasi dan keterbukaan telah tumbuh dalam diri rakyat Indonesia justru wibawa, kedaulatan dan harga diri bangsa ini dengan mudahnya diinjak-injak negara lain akibat dari lemahnya wibawa pemerintah kita. Mulai dari Australia saat kirisis Timtim yang mulai turut campur urusan dalam negeri kita (dianggap salah satu penyebab Timor Timur lepas dari NKRI), Singapura yang berani memperluas wilayah daratnya dengan reklamasi pantainya hingga luas wilayahnya hampir mendekati perbatasan (dengan menggunakan pasir selundupan dari Indonesia pula) dan yang terbaru adalah Malaysia yang dulu selalu mendengungkan semangat saudara serumpun yang dengan kasat mata berani melecehkan martabat bangsa ini.

Malaysia secara terang-terangan 'merampok' budaya dan kesenian kita, perlakuan merendahkan terhadap TKI, dan merampok hasil hutan kita yang melibatkan oknum korup diperbatasan. Yang terbaru, mereka berani melanggar batas wilayah negara kita dan melakukan penangkapan terhadap petugas KKP yang saat itu tengah bertugas dan menangkap nelayan yang mencuri ikan di wilayah perairan kita dan memperlakukan mereka dengan kasar.


Tindakan pemerintahpun terkesan lamban dan 'lembek' dan tidak tegas menyikapi tindak tanduk Malaysia terlihat dari isi pidato presiden tadi malam di Mabes TNI (1/9). Menurut pendapat salah satu pengamat dari Universitas Paramadina tadi malam disalah satu radio swasta usai mendengarkan pidato presiden, sikap presiden ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti investasi Malaysia di tanah air dan masih banyaknya tenaga kerja kita yang bekerja di Malaysia.


Yap, inilah salah satu pokok masalahnya. Dari sini saya melihat bahwa penyebabnya adalah kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya hingga kita begitu tergantung kepada negara lain. Apabila pemerintah memang berhasil mensejahterakan rakyatnya seperti memperluas kesempatan kerja dan mampu mendayagunakan sumber daya yang kita miliki seperti SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat serta mampu menjaga sumber daya yang kita miliki dengan melibatkan masyarakat maka ketergantungan kita terhadap bangsa lain dapat diminimalisir dan konflik yang menginjak-injak bangsa kita tidak perlu terjadi.


Tulisan ini hanya cermin kekecewaan saya pribadi terhadap para pemimpin negeri ini yang sebenarnya telah mendapatkan legitimasi penuh tapi tidak mampu memanfaatkan kesempatan tersebut, ironisnya banyak pejabat dan oknum pemerintahan yang malah terlibat dalam banyak kasus korupsi dan suap baik secara
langsung maupun tidak langsung yang kini banyak terangkat kepermukaan bahkan tanpa malu meminta
fasilitas mewah di tengah rakyat yang masih terhimpit kesulitan hidup.

Semoga di bulan suci ramadhan ini Allah SWT membukakan pintu rahmatnya dan semoga negeri kita yang tercinta ini selalu dilindungi dari 'kehancuran' serta mampu bertahan dan terus maju dalam kerasnya persaingan global tanpa melupakan norma dan moral agama.