Kamis, 28 April 2011

Aku Termasuk Golongan Tak Mampu

Sering keluar masuk SPBU milik pertamina, saya sering menemukan spanduk yang kurang lebih bertuliskan 'PREMIUM ADALAH BBM BERSUBSIDI UNTUK GOLONGAN TIDAK MAMPU' tulisan yang menggelitik, nyentil dan 'dalam'.

Spanduk-spanduk ini disebar oleh Pertamina sebagai himbauan untuk mengurangi penggunaan premium dan mengalihkan kendaraan bermotor milik pribadi untuk menggunakan pertamax. Penggunaan media spanduk dan selebaran untuk mengurangi penggunaan premium pada kendaraan pribadi menurut beberapa kalangan dinilai tidak akan berhasil dan tidak efektif.

Sejatinya, penyebaran spanduk ini adalah langkah sosialisasi awal menjelang dilaksanakannya pembatasan penggunaan premium pada bulan April ini.

Salah seorang petugas SPBU yang berlokasi di Jalan TB Simatupang, Jakarta, mengatakan spanduk yang disebar pemerintah tak menyadarkan masyarakat untuk tidak menggunakan premium.

"Kemarin kalau nggak salah mulai dipasangi spanduknya, tapi menurut saya sih sebetulnya itu tidak berpengaruh. Tempo hari saya masih lihat mobil mewah isi premium," tanggap petugas tersebut dengan polos kepada detikFinance, Kamis (14/4/2011).

Dari berita Detik ini, semestinya spanduk-spanduk tersebut membuat pemilik kendaraan pribadi (terutama pemilik mobil mewah) berfikir dan malu bila masih menggunakan premium untuk 'memberi minum' tunggangannya.

Jadi bertambah maklum, budaya malu masyarakat kita sudah semakin menipis ditambah dengan penegakan hukum dan peraturan yang tidak berjalan semestinya hingga sebanyak apapun undang-undang dan peraturan yang dibuat tidak akan ada artinya.

Hmmmm... kira-kira saya termasuk golongan tak mampu gak ya :)

Selasa, 26 April 2011

Kenapa Baru Sekarang ?

Entah harus harus dibilang apa, paska peristiwa ledakan bom dan rencana aksi pemboman dekat sebuah gereja di Bekasi yang sempat 'ketahuan', ada komentar dan pendapat yang menyatakan bahwa institusi pendidikan seperti SMU dan kampus banyak dijadikan tempat 'pengkaderan' teroris.

Beberapa pengamat menghubung-hubungkan peristiwa-peristiwa pemboman dengan geliat sebuah 'gerakan Islam' yang bernama NII. Entah mana yang benar, dulu mereka selalu berteriak tentang jaringan AlQaidah, Jamaah Islamiyah dan sekarang mereka 'melambungkan kembali' nama NII yang sempat tenggelam.

'Gerakan' NII di kampus-kampus sebenarnya bukan hal baru, sejak jaman saya masih kuliah dulu geliat NII dikampus-kampus sudah marak bahkan ada seorang rekan yang sempat masuk dan 'mengundang' saya dan beberapa teman saya untuk masuk kesana.

Seorang rekan saya yang sempat mengikuti pengajian mereka menyatakan bahwa kecendrungan dari gerakan mereka sepertinya hanya untuk 'mencari uang' meskipun dengan alasan 'dana' yang dikumpulkan dari jamaahnya akan digunakan untuk perjuangan mereka.

Entah kenapa baru sekarang para pengamat dan aparat keamanan meributkan masalah kegiatan NII di kampus-kampus, padahal sejak tahun 80-an hingga 90-an kegiatan NII di kampus sudah marak dan biasanya mereka menggunakan mushalla dan masjid kampus sebagai basis kegiatan mereka di kampus meskipun terselubung (entah saat ini, apakah masih ada atau tidak).

Apakah mungkin ini hanya 'akal-akalan' pihak tertentu yang bermaksud menghapus pendidikan berbasis Islam ? Sebelumnya pesantren juga pernah dituduh sebagai tempat perekrutan teroris dan kini semua tuduhan ini ditujukan semua lembaga pendidikan (terutama sekolah berbasis Islam).

Kamis, 21 April 2011

Hari Kartini

Tanggal 21 April setiap tahunnya kita selalu merayakan hari Kartini, tanggal dimana RA Kartini dilahirkan yang tepatnya pada tanggal 21 April 1879. Beberapa kalangan masih ada yang mempertanyakan penetapan tanggal 21 April yang notabene tanggal kelahiran Kartini sebagai tonggak perjuangan kaum perempuan di tanah air bahkan ada yang menghubungkan pemikiran Kartini (di surat-suratnya) dengan ajaran Theosofisme, Pluralisme dan Feminisme.


Benarkah 'ibu kita' Kartini pelopor perjuangan emansipasi wanita ? Jauh sebelum kelahiran Kartini kaum perempuan nusantara sudah mampu menunjukan 'kehebatan' mereka bahkan saya terkesan dengan tulisan di Kompasiana ini yang menyatakan bahwa jauh sebelum Kartini berkeluh kesah tentang nasib perempuan di tanah Jawa sudah banyak perempuan-perempuan hebat nusantara yang telah berhasil menjadi sosok yang sangat dihormati dan menjadi subjek penentu perubahan baik dibidang sosial, pendidikan, agama bahkan militer dan politik.

Sebut saja Cut Nyak Dhien, yang membawa pesan ketangguhan wanita di medan perang, Dewi Sartika dan Rohana Kudus yang memiliki kepedulian akan pendidikan dan kemandirian kaum perempuan di masanya, Laksamana Malahayati yang mampu memimpin ribuan pasukan dan mampu menggetarkan pertahanan penjajah, deretan nama sultan wanita (sultanah) di Aceh seperti Sri Ratu Safiatudin, Ratu Naqiatuddin Nur Alam, Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah dan Sri Ratu Kamalat Syah dan masih banyak lagi sosok perempuan lain yang juga memiliki peran dalam memperjuangkan nasib perempuan tanpa menanggalkan agama dan kodrat keperempuanannya jauh sebelum 'kiprah' Kartini.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa diangkatnya sosok Kartini sebagai pelopor pejuang emansipasi wanita lebih banyak dipengaruhi oleh aspek 'kepentingan' penguasa saat itu bahkan salah seorang pakar sejarah Tiar Anwar Bachtiar yang juga menjadi salah seorang peneliti di INSISTS menilai bahwa penokohan Kartini adalah salah satu taktik Belanda dalam menyebarkan faham Feminisme atas peran J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda dari tahun 1900-1905. Ia datang ke Hindia-Belanda pada tahun 1900 dan ditugaskan untuk membumikan ajaran-ajaran Barat di Nusantara, termasuk faham feminisme.

Nah, bagaimana menurut pendapat Anda ?

Jumat, 15 April 2011

Kehancuran Semakin Dekat ?

Membaca artikel sebuah situs berita Islam bikin saya merasa 'ngeri'.

Kerusakan moral dan paham-paham kebebasan yang merusak sudah mulai melanda negeri tercinta ini.

Pikir aja, salah seorang anggota DPR 'tertangkap tangan' oleh kamera wartawan sedang menikmati adegan-adegan porno di komputernya di sela-sela sidang.

Beruntung, partai tempat beliau bernaung sudah menjadi partai 'terbuka' dan bukan lagi partai dakwah seperti yang didengungkan saat awal berdirinya.

Lebih 'mengerikan' lagi, pentolan Islam liberal di tanah air kini sudah masuk dalam jajaran fungsionaris 'partai pemerintah'. Bayangkan bila dia berhasil duduk dalam kabinet.

Belum lagi fitnah-fitnah terhadap gerakan Islam yang menuntut aliran sesat diberantas selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM dan kekerasan.

Juga aksi-aksi teror bom yang selalu dikaitkan dengan Islam. Lengkap sudah, negeri ini dilemahkan dengan merusak elemen terbesarnya yaitu Islam dan umatnya. Dirusak dari luar dan dari dalam Islam itu sendiri.

----------
Sent from my Nokia phone

Minggu, 03 April 2011

Sesat Karena Kebodohan ?

Bila mengutip kata-kata bapak Ary Ginanjar (pendiri dan pemimpin ESQ) pada training yang saya ikuti beberapa waktu lalu, 'bila hanya ingin mengetahui apa itu training ESQ, kita bisa baca buku tentang ESQ tapi bila ingin merasakan pengalaman training ESQ maka kita harus ikut serta dalam training ini'.

Jujur saya akui, mengikuti training ESQ memang merupakan sebuah
pengalaman yang sulit dilupakan tapi bila kita pernah mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan, entah itu di sekolah, kampus atau organisasi maka beberapa kegiatan sesi pada pelatihan ESQ bukanlah hal baru (kecuali media alat bantunya yang menggunakan teknologi).

Banyak kalangan menilai metode yang digunakan ESQ merupakan 'dakwah' yang berhasil menjangkau kalangan yang sampai saat ini sulit dijangkau dengan metode dakwah konvensional, yaitu kalangan korporat, eksekutif dan pejabat.

Pujian terhadap metode ESQ ini tidak serta merta menjauhkan lembaga yang dikenal dengan sebutan 'ESQ 165' ini dari kontroversi. Pada pertengahan tahun 2010 yang lalu, beberapa kalangan ulama di Malaysia telah mengeluarkan fatwa sesat terhadap ESQ karena beberapa bahan 'ajaran' pada buku ESQ dianggap telah menghalalkan paham liberalisme dan pluralisme juga dituduh banyak menggunakan pemikiran kaum liberal dalam 'berhujjah'.

Lebih ekstrim lagi... dalam menyikapi fatwa ulama Malaysia ini, seorang da'i asal bekasi menganggap pemahaman ayat-ayat Quran dan hadist yang digunakan pada buku ESQ adalah da'wah yang dibuat atas dasar 'kebodohan' hingga dapat menyebabkan kesesatan karena bukan berasal dari orang yang kompeten dalam memberikan da'wah.

Seperti itukah? Mungkin ada benarnya, karena Ary Ginanjar sendiri adalah sosok seorang pebisnis sejati dan bukan seorang da'i. Tapi kita wajib memberikan apresiasi positif terhadap 'usahanya' dalam membagi ilmu yang diiringi 'dakwah' ajaran Islam.

Bagi orang awam dan berilmu rendah tentang agama seperti saya, fatwa 'sesat' adalah sebuah tuduhan yang terburu-buru. 'Ajaran' pada buku ESQ harus ditelisik dan diteliti lebih mendalam, apakah ada 'kesengajaan' atau disebabkan 'kekurangpahaman' terhadap syariat Islam hingga menyebabkan terjadi kesalahan 'redaksional' dalam ajaran yang tertuang dalam bukunya.

Islam mengajarkan untuk saling menasehati dalam kesabaran bukan hantam kromo dengan fatwa 'sesat' tapi harus 'diluruskan' bila terdapat suatu penyimpangan dan Islam juga mengajarkan agar kita mensyiarkan firman Allah meskipun hanya satu ayat tentu saja harus dilandasi dengan ilmu, lagipula ajaran Ahmadiyah yang nyata sesat saja masih terus kita 'dakwahi'

Kabarnya, saat ini ESQ telah memiliki semacam 'surat rekomendasi' dari MUI bahkan ada ulama dari unsur MUI dan beberapa tokoh ulama nasional telah menduduki posisi dalam 'dewan syariah' ESQ tapi meski begitu bukan berarti kita tetap duduk tenang, karena kita juga harus belajar banyak tentang ilmu agama agar dapat mengkritisi 'dakwah' modern yang ada saat ini hingga kita tidak tergelincir dalam kesesatan.

--
Dikirim dari perangkat seluler saya

--------------------------------------------------------
https://profiles.google.com/ronald.fargo

Sabtu, 02 April 2011

Awas Mata-mata !

Saat ini sedang dilakukan penggodokan undang-undang intelejen yang diajukan oleh Badan Intelejen Negara (BIN).

Ada beberapa poin yang menjadi sorotan masyarakat, yaitu masalah 'penyadapan' akun pengguna jejaring sosial dan masalah otorisasi BIN untuk melakukan penangkapan (dan interogasi) kepada tersangka 'pengancam' keamanan nasional.

Masalah otorisasi untuk melakukan penangkapan kepada BIN dikhawatirkan dapat melanggar HAM dan melangkahi peran lembaga-lembaga hukum yang sudah ada, antara lain kepolisian dan kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum.

Bila hal ini terjadi, ini jelas suatu kemunduran. Peran BIN bisa saja dimanfaatkan oknum tertentu dan penguasa untuk mengawasi dan menyingkirkan 'lawannya'.

Bagi blogger dan pengguna situs jejaring sosial, ini jelas meresahkan karena dapat mematikan kreatifitas dan mengekang sikap kritis terhadap lingkungan sekitar termasuk kepedulian dalam hidup bernegara.

----------
Sent from my Nokia phone